Bunga Meledak : Memasuki Taman Bermain

Oktober 13, 2023


Kesekian kali aku mendongeng dengan warna yang berbeda. Lagi dan lagi. Kuulang-ulang tanpa henti, lelah ini memaksaku melewati berbagai pintu. Singkatnya, aku belum menemukan bunga yang tepat untukku persembahkan kepadamu.

Pada suatu ketika aku melewati sebuah taman bermain yang gemerlap, nampak memikat pada pandangan mata kesekian kalinya. Aku hanya berjalan-jalan sepanjang waktu seperti biasanya, hingga memilih untuk berhenti karena kilaunya ternyata mampu menghipnotisku. 

Jalan setapak yang tinggi bagai bukit mungilini menuntunku untuk menuruninya melalui tangga-tangga semen yang di kanan-kirinya tumbuh bunga liar. Cantik. Aku menyebutnya bunga matahari mini. Berwarna kuning dan putih, memiliki banyak kelopak bunga yang mirip seperti bunga matahari. 

Seseorang menyambutku di depan pintu gerbang sederhana dari kayu. Ada bunga berkelopak oranye lebat di sepanjang pagar yang entah dimana ujungnya, aku tidak sempat mengukur arah pandangku, karena seseorang di depanku memberi salam.

"Hai? Kenapa kamu berjalan sendiri di jalan setapak di atas sana?"

Aku tidak langsung menjawab, memang apa salahnya sendiri? Apa ada yang aneh dari berjalan-jalan sendiri selama ini? 

"Harus bersama orang lain? Atau rombongan?"

"Sekarang, bersamaku. Ayo masuk?"

Aku menyernyit, lalu mengedarkan mataku ke penjuru taman bermain indah di belakang punggungnya.

"Kenapa mengajakku?"

"Aku pernah tahu kamu berjalan bersama seekor kelinci selama memasuki taman bunga hingga kemari, aku tahu kamu pernah berjalan bersama para kurcaci di tengah hutan rimbun yang awalnya mencekam bagimu, lama kelamaan kau menikmatinya, kadang sampai sejauh ini, kamu masih memikirkan mereka di kepalamu,"

"Kenapa kamu berbicara panjang lebar seperti ini denganku?"

"Karena selama ini kamu butuh berbicara yang sesungguhnya,"

"Aku tidak bisa."

Kita masih saling berdiri pada pijakan yang sama di ambang gerbang taman bermain. Dia selangkah di bagian dalam dan aku selangkah di bagian luar. Taman bermain ini memang begitu indah, memukau. Aku belum pernah melihatnya sepanjang perjalanan. Di tepi taman bermain, mengkilap terang pantulan permukaan air yang luas hingga entah sampai mana. Ada banyak hal menarik disini. Apa aku harus berhenti sebentar?

Apa aku harus mampir sejenak? 

"Kamu hanya butuh latihan." Katanya lagi, membuatku kembali fokus menyimaknya.

"Halo Satria!" Tiba-tiba seseorang yang membawa berbagai gulali di dalam balon menyapa lelaki di depanku.

Aku melihat gulali di dalam balon terbang, diikat dengan tali dan dibawa oleh orang yang baru saja menyapa 'Satria'.

"Namamu Satria?" sahutku.

Dia mengangguk dan tersenyum. "Kamu?" 

"Sabrin,"

"Bagus Sabrin, ayo masuk,"

"Sebentar. Aku tidak suka keramaian,"

"Tapi kamu suka bersenang-senang,"

"Bersenang-senang sendiri,"

"Ya, tapi dunia ini lebih indah dari yang kamu kira," 

Aku menyernyit lagi kebingungan. Apa yang sedang ia rencanakan untuk duniaku? Apa dia tahu duniaku tidak indah? Apa dia merasa dunianya lebih indah dari duniaku? 

"Aku kenalkan kepadamu, apa itu 'berteman',"

Aku menatapnya dalam, menembus kedua bola mata coklat yang dibingkai bulu mata lurus dan lebat itu, sepertinya ia sungguh-sungguh.

Berteman?

"Bagaimana?"

Lalu dia menawarkan telapak tangannya ke arahku. Aku menyambutnya ragu-ragu, tetapi kakiku melangkah melewati gerbang kayu.

Rasanya berbeda, berubah jauh lebih sejuk, semilir angin hembusan napas laut. Bising menyenangkan mengudara di taman ini. Semua orang menyapa Satria hingga membuatku terheran-heran. Begitu pun sebaliknya, Satria menyapa semua orang.

"Semua temanmu?"

"Ada yang bukan,"

"Semua kamu sapa?"

"Harus, menyenangkan kan?"

"Repot,"

"Nanti terbiasa,"

"Mau kemana kita?"

"Aku akan bermain sepak bola di ujung taman, bersama teman-teman, kamu bisa duduk di kursi pinggir sana sambil menonton pertandaingan,"

"Kalau bosan?"

"Kamu bisa menatap laut lepas tepat di samping tempat dudukmu nanti,"

"Menarik,"

"Lebih menarik lapangan nantinya,"

"Ada makanan?"

"Kamu lapar?"

"Beri tahu jalannya, nanti aku cari sendiri,"

"Ku antar."

Setiap tawarannya terdengar seperti perintah. Tidak bisa aku tolak. Dia sangat persuasif tanpa aku bisa menyadarinya sejak awal. Apa jangan-jangan ini taman bermain hipnotis?

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Blog Archive