Catatan Kuliah : Karakteristik Hukum Perikatan Islam
Februari 24, 2018Hukum
Perikatan Islam menurut Prof. Dr. H. M. Tahir Azhary, SH. merupakan
seperangkat kaidah hukum yang bersumber dari Al-Qur'an, As-Sunnah (Al-Hadits),
danAr-Ra'yu (Ijtihad) yang mengatur tentang hubungan antara dua orang atau
lebih menge-nai suatu benda yang dihalalkan menjadi objek suatu transaksi.[1]
Aspek merupakan suatu pandangan mengenai pembagian atau
pengelompokkan aspek-aspek hukum dalam Islam, dalam hal ini khususnya Hukum
Perikatan Islam. Diantaranya adalah Hukum Ibadat, Hukum Keluarga (Al-Ahwalus Syahsyiah),
Hukum Muamalat, Hukum Tata Negara dan Tata Pemerintahan (Al-Ahkam
As-Sulthaniyah / As-Siyasah Asy-Syariah), Hukum Pidana (Al-Jinayat), Hukum Antarnegara (As-Siyar), Hukum
Sopan Santun (Al-Adab).
Menurut Yusuf Qardawi, Hukum Islam sendiri
mempunyai dua karakteristik, yaitu komprehensif dan realistis. Komprehensif
berarti hukum itu diciptakan untuk per-individu. Dan realistis berarti hukum
tidak mengabaikan kenyataan dalam setiap apa yang dihalalkan dan diharamkan,
dan tidak pula mengabaikan realita dalam setiap apa yang ditetapkannya dari
peraturan dan hukum bagi individu maupun seluruh umat manusia.[2]
A. Aspek-aspek Hukum Islam
- Hukum Ibadat : hukum-hukum yang berhubungan dengan peribadatan kepada Allah. Seperti shalat, puasa, haji, bersuci dari hadas, dan sebagainya.
- Hukum Keluarga (Al-Ahwalus Syahsyiah) : hukum-hukum yang berhubungan dengan tata kehidupankeluarga. Seperti perkawinan, perceraian, hubungan keturunan, nafkah keluarga, kewajiban anak terhadap orang tua, dan sebagainya
- Hukum Muamalat : hukum-hukum yang berhubungan dengan pergaulan hidup dalam masyarakat mengenai kebendaan dan hak-hak serta penyelesaian persengketaan-persengketaan. Seperti perjanjian jual-beli, sewa menyewa, utang piutang, gadai, hibah, dan sebagainya.
- Hukum Tata Negara dan Tata Pemerintahan (Al-Ahkam As-Sulthaniyah / As-Siyasah Asy-Syariah) : hukum-hukum yang berhubungan dengan tata kehidupan bernegara. Seperti hunbungan penguasa dengan rakyat, pengangkatan kepala negara, hak dan kewajiban penguasa dan rakyat timbal balik, dan sebagainya.
- Hukum Pidana (Al-Jinayat) : hukum-hukum yang berhubungan dengan kepidanaan. Seperti macam-macam perbuatan pidana dan ancaman pidana.
- Hukum Antarnegara (As-Siyar) : hukum-hukum yang mengatur hubungan antara negara Islam dengan negara-negara lain, yang terdiri dari aturan-aturan hubungan pada waktu damai dan pada waktu perang.
- Hukum Sopan Santun (Al-Adab) : hukum-hukum yang berhubungan dengan budi pekerti, kepatutan, nilai balik, dan buruk. Seperti mengeratkan hubungan persaudaraan, makan minum dengan tangan kanan, mendamaikan orang yang berselisih, dan sebaganya.[3]
Asas berasal dari bahasa Arab, asasun yang berarti dasar, basis, dan
fondasi. Secara terminologi, asas adalah dasar atau sesuatu yang menjadi
tumpuan berpikir atau berpendapat. Istilah lain yang memiliki arti sama dengan
kata asas adalah prinsip, yaitu dasar atau kebenaran yang menjadi pokok dasar
berpikir, ber-tindak, dan sebagainya. Mohammad Daud Ali, mengartikan asas
apabila dihubungkan dengan kata hukum adalah kebenaran yang dipergunakan
sebagai tumpuan berpikir dan alasan pendapat, terutama, dalam penegakan dan
pelaksanaan hukum. Dalam kaitannya dengan Hukum Perikatan Islam, Fathur-rahman
Djamil mengemukakan enam asas, yaitu asas kebebasan, asas persamaan atau
kesetaraan, asas keadilan, asas kerelaan, asas kejujuran dan kebenaran, dan
asas tertulis. Namun, ada asas utama yang mendasari setiap perbuatan manusia,
termasuk per-buatan muamalat, yaitu asas ilahiah atau asas tauhid.[4]
B. Asas-asas Hukum Perikatan Syariah
- Asas Ketuhanan (Illahiah) : semua perbuatan manusia adalah ketentuan Allah swt, dan segala sesuatu adalah milik Allah swt. QS. Al-Hadid (57) : 4, QS. Al-Maidah (5) : 120.
- Asas Kebebasan (Al-Hurriyah) : Nabi Muhammad sebaga suri tauladan bagi umatnya dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal muamalah dan dalam melakukan kontrak syariah. Contohnya dalam hal bisnis ialah beliau sebagai pedagang yang jujur, apat dipercaya, cerdas, transparan dan akuntabilitas. QS. Al-Ahzab (33) : 21.
- Asas Ibadah : melakukan kontrak syariah diniatkan sebgai ibadah kepada Allah swt. Karena tujuan utama manusia diciptakan Allah adalah untuk ibadah. QS. Adzariyat (51) : 56.
- Asas Boleh (Ibahah) : asas umum hukum Islam dalam bidang muamalat secara umum. Sebagaimana kaidah Fiqh “Al-ashlu fi al-muamalah al-ibahah illa maa dalla ‘ala tahrimihi” (hukum asal dalam bidang muamalah adalah ibahah (boleh), kecuali ada dalil yang melarangnya).
- Asas Kebebasan (Huriyyah) : para pihak yang melakukan akad syariah harus mempunyai kebebasan berkontrak (freedom of contract), tidak ada paksaan (al-ikhlas), tetapi harus dilakukan dengan penuh kesadaran. QS. Al-Baqarah (2) : 256, QS. Al-Ma’idah (5) : 1, QS. Al-Ahzab (33) : 72, QS. Ar-Rum (30); 30, QS. Al-Hijr (15) : 29.
- Asas Kesamaan/Equality (Musawwah) : asas kesamaan atau kederajatan para pihak yang melakukan akad atau kontrak syariah. QS. Al-Hujarat (49) : 13.
- Asas Keadilan (‘Adalah) : para pihak yang melakukan kontrak syariah, tidak boleh ada yang terzalimi. QS. Asyura’ (42) : 15, QS. AN-Nahl (16) : 90, QS.Al-Maidah (5) : 8, QS. Al-A’raf (7) : 29
- Asas Tertulis (Khitbah) : suatu akad atau perikatan hendaklah dilakukan secara tertulis atau dinotariskan. QS. Al-Baqarah (2) : 282-283.
- Asas Kejujuran (Shiddiah) : para pihak yang melakukan kontrak syariah waji bersikap jujur, tidak ada unsur penipuan dan manipulasi. QS. Al-Ahzab (33) : 70, QS. Ali-Imran (3) : 95, QS. Ali-Imran (3) : 95
- Asas Kerelaan/Konsensualisme (Ar-Ridha’iyah) : para pihak yang melakukan kontrak syariah harus mengandung unsur kerelaan di antara mereka. QS. An-Nisa (4) : 29.
- Asas Halal : objek barang yang diadakan dalam kontrak syariah adalah barang yang dihalalkan. QS. Al-Baqarah (2) : 168, QS. An-Nahl (16) : 114.
- Asas Amanah : para pihak yang melakukan kontrak syariah harus menjunjung tinggi amanah dan tidak khianat (khianat). QS. An-Nisa (4) : 58, QS. Al-Baqarah (2) : 283, QS. Al-Anfal (8) : 27.[5]
C. Asas-asas Hukum Perikatan Islam Menurut
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
- Ikhtiyari atau sukarela : setiap akad dilakukan oleh para pihak, terhindar dari keterpaksaan karena tekanan salah satu pihak atau pihak lain.
- Amanah atau menepati janji : setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepaktan yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari cidera janji.
- Ikhtiyati atau kehati-hatian : setiap akad dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan dilaksanakan secara tepat dan cermat.
- Luzum atau tidak berubah : setiap akad dilakukan dengan tujuanyang jelas dan perhitungan yang cermat, sehingga terhindar dari praktik spekulasi atau maisir.
- Saling menguntungkan : setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para pihak sehingga tercegah dari praktik manipulasi dan merugikan para pihak.
- Taswiyah atau kesetaraan : para pihak dalam setiap akad memiliki kedudukan yang setara, dan mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang.
- Transparansi : setiap akad dilakukan dengan pertanggung-jawaban para pihak secara terbuka.
- Kemampuan : setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan para pihak, sehingga tidak menjadi beban yang berlebihan bagi yang bersangkutan.
- Taisir atau kemudahan : setiap akad dilakukan dengan cara saling memberi kemudahan kepada masing-masing pihak untuk dapat melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan.
- Iktikad baik : akad dilakukan dalam rangka menegakkan kemaslahatan, tidak menganding unsur jebakan dan perbuatan buruk lainnya.
- Sebab yang halal : tidak bertentangan dengan hukum, tidak dilarang oleh hukum dan tidak haram.
REFERENSI :
Dewi,
Gemala. 2003. Hukum Perikatan Islam
di Indonesia. Jakarta: Kreasindo.
Hambali, Yulia. 2010. “Dasar Berlakunya Hukum Perikatan
Islam di Indonesia”. http://faqihregas.blogspot.co.id/2010/05/dasar-berlakunya-hukum-perikatan-islam.html. Diakses pada Jumat, 23 Februari 2018.
Mardani. 2013. Hukum Perikatan Syariah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
[1] Yulia Hambali, “Dasar Berlakunya Hukum Perikatan Islam di Indonesia”, http://faqihregas.blogspot.co.id/2010/05/dasar-berlakunya-hukum-perikatan-islam.html, diakses pada Jumat, 23 Februari 2018.
[2]
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di
Indonesia, (Jakarta: Kreasindo, 2003), hlm.25-26
[3] Gemala
Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Kreasindo, 2003), hlm.27
[4]
Yulia Hambali, “Dasar
Berlakunya Hukum Perikatan Islam di Indonesia”, http://faqihregas.blogspot.co.id/2010/05/dasar-berlakunya-hukum-perikatan-islam.html, diakses pada Jumat, 23 Februari 2018.
[5]
Mardani, Hukum Perikatan Syariah di
Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm.20-30
0 comments