Aku Merindukanmu 1001 Kali
November 11, 2016"Aku adalah hujan. Kalau kamu nggak suka, silakan berteduh."
Salah satu kutipan favoritku, dari salah satu penulis favoritku juga, yang telah membuatku jatuh cinta kepada Dilan, dan juga semakin membuatku jatuh cinta kepada “rindu”. Rindu, bukankah indah kata itu? Dan bukankah, betapa menyiksanya rasa rindu itu..
Kemarin aku rindu hujan, memasuki november, hujan kerap turun. Menemani dengan setia ketika aku di jalanan. Setelah rinduku kepada hujan terbayar, aku masih rindu. Tetapi entah kepada siapa? Sampai detik ini, aku masih rindu, masih merasakan itu, masih jatuh cinta kepada kata “rindu”.
Tentang hujan, baru saja aku mulai menyukainya. Aku tak perlu mencari dalam kamus, internet, atau bertanya kepada setiap orang, apa itu kebebasan dan kebahagiaan? Bagiku, ketika aku menerjang hujan tanpa rasa cemas, tersenyum bersamanya, tanganku ikut mengayun bersama rintiknya, menikmatinya, tak perlu meresahkan kehadirannya. Tak dapat diungkapkan, tapi disanalah, jawaban itu kutemukan.
Mengapa aku mengeluh meski ia hadir di waktu yang bagiku tidak tepat? Atau bahkan mencelanya karena ia datang tanpa permisi, tanda-tanda awan hitam misalnya. Tidak, aku akan selalu menyukainya. Entah, kapan pun ia datang, bagaimana pun ia hadir. Aku tetap akan menyambutnya, tersenyum.
Terlebih ketika ia datang ketika aku di jalanan. Sebagian orang menggerutu, toh itu tidak akan menghentikan rintiknya yang jatuh. Permukaan bumi hanya perlu menikmatinya, berdoa atas kehadirannnya.
Tentang hujan, di jalanan. Aku tak perlu mengkhawatirkan pemahaman akan apapun, siapapun, kepadaku. Disana, tidak ada kepalsuan. Yang jelas, aku bahagia.
Tetapi, semenarik apapun hujan datang di jalanan, suatu saat aku membutuhkan seseorang, ketika begitu lebat hujan turun, deras mengguyurku dan tak mau berhenti, aku membutuhkan seorang yang menemaniku. Akan kusisihkan egoku berada di depan mengemudi, biarlah, aku pasti akan jauh lebih bahagia duduk di belakang punggungnya, atau di samping kirinya. Seseorang yang mempunyai rasa sama, menerjang hujan tanpa mencelanya walau setetes. Sama sepertiku yang dulu di depan, dengan tas punggung di belakang. Tentu, akan melindungi tas itu dari hujan. Bukan karena apa, kau pasti tahu. Aku juga bahagia. Pasti juga akan bahagia.
Atau, semengagumkan apapun hujan hadir, mungkin akan tiba saatnya, aku tak menari bersamanya seperti dulu atau sekarang. Akan ada saatnya, aku hanya duduk di rumah, di balkon dengan sepasang cangkir cokelat panas, dengan seseorang yang juga yang pernah, telah, akan selalu menemaniku di jalanan ketika hujan turun. Bukan berarti aku tak jatuh cinta, mencintaimu, mengagumimu, menari bersamamu lagi. Karena ini adalah waktu dimana aku bersama orang yang aku cintai, menyaksikan hadirmu, kita berdua, dibuat jatuh cinta lagi kepadamu, dan masing-masing.
Hujan, kamu tahu? Kau spesial.
Kadang aku ingin sepertimu, memiliki cinta luar biasa kepada titah Tuhannya. Jatuh tanpa mengeluh, berproses tanpa merengek, diam dan tetap berjalan, meski banyak orang menghardik kehadiranmu, meski banyak orang menyumpahi kedatanganmu. Karena kau tahu, tak ada yang lebih indah dan akan menjadi indah selain mencintai titah-Nya. Karena kau juga tahu, bahkan orang di permukaan bumi yang mencelamu, pun tak menyadari jika membutuhkanmu, tapi kau tetap hadir, kau tidak sedang menangis, kau tersenyum dengan caramu.
Kadang aku lupa nasihatmu. Menengadah kepada-Nya lah yang paling ampuh sebagai cara menghadapi masalah. Selain tak sakit mendapati tetesanmu yang deras, air juga akan menggenang di dua telapakku yang bersatu, maka angin pun tak berat untuk dilalui. Bukan membiarkannya gontai, itu justru akan sakit, hal yang sepele menjadi berat. Dengan begitu, angin pun terasa badai.
Hujan, kamu tahu? Kau spesial.
Selain setiap tetesanmu yang bertasbih kepada-Nya, kepadaku kau mengajarkan banyak pelajaran. Saat kau berkolaborasi dengan jalanan membuatku tersadar. Atau, saat kau berkolaborasi dengan sisa sinar matahari. Pelangi. Semakin banyak keindahan yang turut hadir. Meski tak jarang makhluk di permukaan bumi hanya menikmati bianglala itu, kau pun rela. Kau tahu?
Kau spesial. Lewatmu, Tuhan memberiku jawaban, pelajaran, atas apa yang kukeluhkan, atas apa yang kuresahkan, atas apa yang kupanjatkan.
Hujan, kamu tahu? Kau spesial.
Aku akan tetap jatuh cinta kepadamu. Kau turun 1000 kali, aku pastikan aku merindukanmu 1001 kali. Dan seterusnya.
0 comments