Final Chapter Sabrin dan Satria

Januari 26, 2024



Kamu tahu, apa salah satu hal yang paling menyesakkan dalam hidup ini? Ketika Baek Yijin tidak bersama dengan Na Heedo. 

Nangis nggak? Nangis! Aku ingin segera mematikan lampu kamarku dan menangis keras dalam gelap sambil mendekap bantal guling di bawah selimut. Memutar ulang scene mereka berdua berdialog di jalan terowongan yang menyesakkan itu.

Demon bisa bersama dengan manusia, Gumiho bisa bersama dengan manusia, Raja beda universe bisa bersama dengan manusia, Goblin bisa bersama dengan anak manusia yang masih sekolah, tapi.. atlit dengan reporter? 

Tapi ini bukan tentang drama Korea. Mungkin kisah Baek Yijin dan Na Heedo begitu indah dan manis untuk diceritakan, bagaimana dunia mereka pernah seberwarna dan seceria itu. Tanpa memikirkan bagaimana patah hati yang kita tanggung melihat akhir daripada mereka yang tidak saling bergandengan tangan dan tidak dijelaskan dengan sejelas-jelasnya. 

Semestinya seperti hubunganku dengan Satria yang jelas-jelas telah berakhir. Setidaknya mereka menjelaskan, dengan siapa Na Heedo pada akhirnya? Seperti aku yang bisa mengatakan bahwa Satria menikah dua tahun setelah berpisah denganku bersama orang yang ia cintai. Atau seperti Dilan yang bisa menceritakan kembali dengan manis kisah cintanya bersama Ancika setelah berpisah dari Milea.

Hidup ini memang kadang pahit, sepahit kisah Heedo dan Baek Yijin yang karena kita melihat betul seberapa manis mereka sebelumnya. Seperti aku dan Satria, hal-hal manis itu menumpuk menggunung hingga puncak tertinggi. Mampu membuatku menari-nari di taman penuh aroma semerbak bunga warna-warni, bersama Satria, dan banyak kupu-kupu aneka rupa.

Namaku Sabrin, remaja menuju dewasa yang selalu membaca novel dan menonton film di kamar kos selain berangkat kuliah, tiba-tiba bertemu lelaki bernama Satria dalam hidupnya yang terlalu sepi.

Dengan adanya suatu insiden dan andil bantuannya yang membuatku merasa tidak enak apabila mengabaikannya, akhirnya kita bisa berteman dekat. Aku memutuskan untuk menambahkan dia menjadi temanku. Perlahan-lahan hingga sejauh dia sering mengingatkanku makan, menemaniku makan, makan berdua, dan cari makan bersama setiap hari.

Bertemu dengan Satria adalah awal yang baru. Seperti ada lembaran baru setelah mengenalnya. Aku menjadi tahu apa itu membuka diri dan berteman dengan banyak orang. Mungkin jika bukan karenanya, seumur hidupku kuliah disini, aku tidak berniat berteman dengan siapa pun kecuali Giana. 

Bagiku, hidup sendirian adalah hal paling sederhana yang sangat nyaman dan menyenangkan untuk dijalani. Tapi menurut Satria, berteman dengan banyak orang adalah warna yang tak terhingga. 

Lalu, aku melangkah turut masuk ke dalam dunianya. Dia menggandengku perlahan-lahan. Membawa pada taman penuh permainan, pertemanan.

Diperkenalkannya aku pada warna baru yang berdampak besar. Mengenal orang dan tersenyum, menyapa orang dan saling mengetahui kabar, cukup menjelaskan pada diriku bahwa sesuatu itu merupakan hal yang menggembirakan. Bahwa langkah lurusku kadang dibawanya berhenti, terkadang berbelok, untuk mengingat dan melihat betapa luasnya dunia yang kukira hanya lurus ini.

Bagaimana aku melihat dia menyapa orang-orang yang dilewatinya, bagaimana ia berdialog dengan teman-temannya yang kalau aku berjalan bersamanya di kampus, kita bisa berhenti beberapa kali hanya untuk saling sapa. Dia adalah seseorang yang baik, teman yang baik. Dan itu membuatku sedikit percaya, bahwa berteman dan berinteraksi dengan orang lain bukanlah hal yang merepotkan. 

Aku ulat malas yang nyaman berkemul di dalam kepompong, tapi Satria mengeluarkanku menjadi kupu-kupu indah dan diajaknya terbang bersama berkeliling semesta.

Hingga entah bagaimana caranya, seperti Na Heedo dan Baek Yijin yang bisa bersatu dan akhirnya bisa pergi kencan berdua. 

Satria. Ia adalah pelangi pertamaku yang muncul tiba-tiba, berwarna cerah ceria. Kita selalu bersepeda keliling kota kapan pun ada waktunya, mencoba seluruh warung mie ayam, menjelajahi jalan-jalan baru, jajan camilan yang sedang naik daun, atau sekedar nongkrong di pangkalan rujak kaki lima samping rel kereta api. 

Bersama Satria, meskipun sederhana, manis-manis yang menumpuk itu membinarkan mataku dan tak lelah membuat senyumku selalu melebar. Meski terkadang  dia pun pernah kewalahan untuk membuatku diam dari tangis tipikal perempuan.

Orang-orang bilang, kami adalah pasangan manis yang selalu akur. Memang. Aku dan dia sepakat untuk membuat perjalanan yang akan menjadi kenangan ini sebagai sesuatu yang terus membahagiakan untuk dijalani. Mereka saksinya. Aku dan Satria selalu ada pada waktu masing-masing dari kita. Seperti amplop dan perangko. Kita saling ada.

Maka dari itu, menceritakan Satria adalah hal yang paling menyenangkan bagiku.

Baek Yijin sangat mendukung kegiatan anggar Heedo, begitu pula Satria yang selalu mendukung semua kegiatan dan hobiku dengan lantang tanpa basa-basi. Sama yang dirasakan oleh Heedo, aku bersemangat. Ditemani saat berjalan pulang ke rumah, aku juga pernah. Diberi susu lewat jendela saat latihan anggar? Aku juga pernah dibuatkan makan nasi telor di kotak bekal. Atau dibawakan nasi ayam malam-malam dan diselundupkan lewat pagar portal. 

Aku juga pernah, Na Heedo. Kita pernah merasakan kebahagiaan itu. Tidak disangka mungkin rasanya lebih dari ketika kamu berhasil mendapatkan komik episode baru. Atau saat kamu menang dalam pertandingan. Melebihi saat kamu berhasil menusuk apel dengan pose anggarmu yang sempurna. Begitu pula kebahagian bersama Satria adalah lebih dari kebahagiaan yang selama ini aku kira paling membahagiakan.

Berbunga-bunga. Tak terkira.

Bila melihat semua keindahan perilaku Baek Yijin, aku pun menginginkannya meskipun aku punya Satria. Ini adalah salah satu kesalahanku berdoa memiliki Dilan sebelum mengenal Satria. Dan pada akhirnya, aku dan Satria berpisah karena aku pernah ingin menjadi Milea.

Bahwa ternyata, semua manis-manis yang kita ingini, tetap akan hadir pula serta merta rasa pahitnya. Hanya saja, apa kita mampu melewatinya dengan cara masing-masing?

Sama seperti Heedo yang menulis semua tentang Baek Yijin di buku harian, aku merekam semua tentang Satria dalam ingatanku. Tanpa aku sengaja, dia tetap berjaya disana, pada suatu tempatnya di dalam kepalaku. Sedikit pada buku harianku, dalam buku jurnalku yang mungkin tidak akan pernah aku maupun Satria baca seumur hidupnya. Keberadaan buku itu bukan ada di laci rumah nenek seperti milik Heedo, tapi ada di suatu tempat di kamar Tiara, sahabatku. Aku tidak ingin menyentuhnya lagi sejak berpisah dengan Satria, meskipun aku mengaku telah berdamai dengan masa lalu.

Aku tahu seluruh dunia sulit untuk menerima, jika pasangan gila yang selucu itu tidak bisa bersama dengan entah alasan apa yang sebenarnya tidak bisa menyatukan kalian, Baek Yijin dan Na Heedo. Sama, aku juga merasa Sabrin dan Satria adalah remaja menuju dewasa yang lucu sekali pada masanya, tetapi harus berakhir. Sayang sekali rasanya.

Tepatnya, Satria pergi. Tiba-tiba, bagiku. Tapi, kukira mungkin dia telah memikirkan hal ini jauh-jauh hari sejak sebulan sebelumya, bahkan lebih. 

Mungkin, pada waktu itu aku mentah-mentah menolak keputusannya dengan kelimpungan dan berakhir berdiam diri di kamar gelap yang dingin, berlama-lama. Tapi lambat laun, kegalauan itu mereda dengan banyaknya hal yang aku pelajari satu per satu seiring berjalannya waktu. Aku menyadari setelah aku kembali sendiri, aku menjadi diriku yang jauh lebih baik daripada sebelumnya. Aku jauh lebih bebas berekspresi dan memiliki banyak warna baru lagi dan lagi. Aku menemukan diriku yang dulu, lalu ia melanjutkan metamorfosisnya sendiri, terbang sendiri, tanpa bantuan siapa pun. Bahwa warnanya, tak kalah cantik.

Tidak sebentar, semua itu merambat pelan, pelan sekali, bertahun-tahun. Proses sembuh yang kerap kambuh dan sakit yang kadang masih mengiris, aku tidak bisa melupakan cecaran berbagai rasa sakit itu begitu saja. Rasa-rasa baru yang menyiksa. 

Kukira pada saat itu yang datang ialah hujan, aku telah menyiapkan payung, tetapi ternyata badai. Payungku Rusak. Remuk. Porak poranda. Aku sendirian di dermaga gelap yang sunyi dan berbau perpisahan, kelopak mataku sudah lelah menopang bola mata yang terus mengalirkan tangis, memandang perahu besar Satria berlayar sendirian, meninggalkan aku disini, karam. Perahuku hancur berlubang besar.

Namun, beberapa waktu sebelumnya pada suatu hari sebelum perpisahan benar-benar tiba, pada gelap malam yang tangisku dicegahnya untuk muncul lagi, katanya, dia pernah menyatakan bahwa ia ingin berlari sendiri, sedang aku lumpuh sendirian disini.

Kamu tahu, aku sendiri pun tak tahu bagaimana bisa aku dikatakan lumpuh? Mengapa menurutnya aku lumpuh? Bagaimana aku bisa ditinggalkan sendiri? Kemana dia akan pergi berlari, tanpaku?

Rasanya, dunia runtuh itu memang benar-benar nyata bagi mereka yang sedang ditinggalkan. Rasanya, dunia hancur itu menggambarkan betapa banyak kemungkinan yang tergambar di pikirannya selama ini dan semua mimpi-mimpi yang sedikit demi sedikit pernah diusahakan bersama itu, hancur seketika diterpa puting beliung dan bom nuklir dahsyat yang muncul dari orang yang dicintainya. Bahkan orang tersakiti itu masih belum bisa membenci orang yang dicintainya padahal sedang menancapkan pisau bertubi-tubi pada tubuhnya.

Heedo dan aku berhasil berdamai dengan masa lalu, jika memang pasangannya berakhir bukan pada Yijin. Dia berhasil diselamati Yijin sang pembawa berita yang meski aku yakin mereka saling menyimpan kecamuk luar biasa. Sedang aku, aku dan Satria berhasil memisahkan diri  dari kehidupan kami masing-masing. Dengan waktu yang sulit. Berpisah, dan tidak ingin aku berjumpa lagi barang sekedar berseberangan dengannya di jalan.

Satu per satu mimpi dan puncak manis yang tinggi itu runtuh perlahan-lahan. Keliling dunia berdua? Aku tetap tahu dan semakin menelusuri bahwa dan tentang dunia ini begitu luas, meski tanpa Satria.

Aku tetap bisa menjadi kupu-kupu baru yang terbang sejauh mungkin, di mana pun taman di seluruh dunia, berhenti menjadi seseorang bergaun lusuh yang menari-nari di atas duri.

Heedo pernah bermimpi untuk terus bersama Baek Yijin, setidaknya sesederhana masih bersama meski kiamat akan datang besok pagi. Dan aku pernah bermimpi hal serupa. Bedanya, mereka selamat dan aku kiamat. Meski pada akhirnya kita semua karam juga.

Kehadiran orang baru di masa sulit kami berdua, yang aku yakini sebagai sumber masalahnya, pernah membuatku frustasi, tapi tidak bertahan lama. Aku bisa menerima keadaan itu dan mengungkapkan kepada Satria, untuk tidak menyakitinya, untuk benar-benar yakin dan tulus kepadanya, karena aku turut bahagia bila Satria benar-benar bahagia, meski bukan dengan aku. Aku egois jika menggenggam erat Satria. Dan kita sama-sama egois, karena ia pergi begitu saja. Tapi, bila Satria sakit, aku turut merasakan pilunya. Setidaknya, begini yang aku rasakan pada waktu itu.
 
Karena, aku tahu betapa menyenangkannya mencintai dan dicintai oleh Satria. Dan aku tahu betapa menyakitkannya dikhianati dan ditinggalkan oleh Satria. Maka, jangan ada lagi setelah ini. Aku minta dia berhenti dan tetap pada pilihannya.
 
Sama seperti yang dikatakan Heedo, lalu dimana kalimat yang dulu Yijin pernah katakan? Katanya akan selalu berbagi perasaan sedih, senang, khawatir, dan semuanya bersama, berdua. Satria juga pernah bilang di malam minggu pertama kita, di jalanan kota itu dia mengatakan untuk mengajakku, "mari menjadi pasangan yang asyik."
 
Yijin dan Heedo mungkin berpisah karena prinsip mereka yang berbeda, komunikasi mereka yang tak berjalan dengan baik. Dimana Yijin hanya ingin berbagi senang dan menyimpan susahnya sendiri. Sedang Heedo merentangkan tangan siap menampung semuanya bersama, berdua.
 
Aku tidak menangis sekarang, ceritaku kalah telak dibandingkan kesedihan Yijin dan Heedo. Lagi pula air mataku untuk cerita itu telah kering. Habis dilahap pada masa suram. Asal kalian tahu, duniaku sangat berwarna-warni sekarang. 
 
Tapi entah apa yang Satria pikirkan pada saat itu. Menuju tempat yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya, katanya disana melegakan, berbeda, dan kemudian mengatakan bahwa kita harus berakhir.
 
Adalah bom luar biasa yang aku terima di akhir tahun. Komunikasi kita hampir terputus dan diamnya Satria mendesak aku untuk segera mundur, melepaskan genggamanku pada sisa apapun darinya yang masih kuat aku tahan. Dia tak bisa berlari sendirian untuk menuruni puncak kebahagiaan yang kita buat selama ini. Hingga dengan isak yang dibencinya, aku kemudian melepas dengan berat hati. Menghapus kasar semua air mata di pipi. Menutup lembaran warna-warni. Terpaksa mengakhirinya dengan abu-abu menghitam. Terpaksa merobek sayap-sayap indah yang siap melanglang buana bersamanya. Membungkus semua mimpi-mimpi yang pernah terus diusahakan. 
 
Aku membuangnya, gaun merah muda cerah ceriaku memudar menjadi lusuh. Benar kata Satria, pada detik ini kemudian aku menjadi lumpuh. Pada saat dimana ia ingin berlari sendiri.
 

Mungkin Yijin dan Heedo merasakan bahwa mereka pernah mencintai pasangannya dengan penuh, tetapi bisa saja yang dicintai tidak merasakan itu. Sedang Satria merasa aku terlalu mencintainya secara berlebihan. 

Maka aku putuskan, cintaku yang sebesar ini tak mampu ia tampung sepenuhnya sendirian. Ia kewalahan, hatinya penuh menerima cintaku yang terlalu besar. Hal ini membuatnya kabur, ingin berlari pergi, dari manusia lumpuh yang penuh cinta dan tak bisa kemana-mana, tanpanya. 

Pikirnya, aku lumpuh...tanpanya.

Aku kira kita sama-sama mempercayai hal yang sama, ternyata aku bertaruh terlalu jauh. Hingga di tepi dermaga, dia berlayar sendirian, dan kakiku terikat besi di kayu rapuh. Dingin. Mencekam. Hanya ada dua pilihan, aku akan perlahan-lahan jatuh tenggelam, atau harus mengupayakan diri untuk bangkit lagi.

Dan aku sempat begitu egois melebihi Satria. Pada saat itu hingga merangkakku berjalan lama, aku mengira bahwa hanya aku yang sakit, hanya aku yang tertatih-tatih, hanya kakiku yang berdarah-darah menginjak-injak duri. Tanpa memikirkan bagaimana Satria pun pasti kesakitan sendirian. Berlayar pergi meninggalkanku sendirian. Berlari menjauh meninggalkanku sendirian. Aku, yang sebelumnya ia rengkuh kemana pun ia terbang.

Aku tidak salah terlahir sebagai kupu-kupu untuk hidup singkat dan terbang bersama Satria. Dan dia adalah pelangiku yang hadirnya memang begitu indah, tapi sama, tidak bertahan lama. Kita adalah sepasang takdir yang cocok dengan batas waktu berkadaluwarsa. Kita usai pada waktunya.

Dan hati manusia biasa tetap saja tak bisa mengalahkan takdir, ia ingat segalanya. Rasa sakit dan kambuhnya.

Januari adalah bulan dimana setelah beberapa tahun berlalu, otakku masih kerap berhenti disana. Hidupku berakhir di tahun itu. Diri ini masih ingat betul bagaimana berjuangnya segenap hati untuk tetap bisa berjalan di dunia yang luas, meski sendirian. Aku berjalan tenang di tengah bisingnya pesta milik orang-orang. Aku turut berduka pada duka orang-orang tanpa mereka tahu bahwa aku berbela sungkawa pada diriku sendiri.

Namun, aku telah menguburnya beberapa tahun setelahnya, bunga mekar yang kutanam untuk pernikahan telah tertebar di atas gundukan tanah. Harum semerbak terus tercium, maka berarti aku telah dan harus bahagia hingga kini bangkit sebagai orang yang jauh lebih benderang dari sebelumnya.

Aku bangkit kembali.

Menerima keputusanmu untuk berpisah tanpa debat yang lebih panjang lagi adalah jalan terbaik. Bahwa kamu tidak ingin lagi untuk kita saling ada dalam setiap momen hidup kita masing-masing.

Kemudian semua selesai.

Jika Heedo memiliki Yurim yang bersedia membunuh Yijin jikalau dia berani melukai dan membuat Heedo menangis, aku punya Tiara, Lisa dan Gista. Garda terdepan yang menemaniku, membelaku, mewakiliku menyumpah serapahi Satria, dan berani menantang Satria tanpa ampun.

Di hari setelah perpisahan, Satria mengatakan kepadaku yang setengah hati menerima keputusan sepihaknya, bahwa yang tidak meninggalkan kita adalah diri kita sendiri. "Kamu beruntung punya sahabat-sahabat yang baik dan selalu ada buat kamu, Tiara, Gista, dan Lisa."

"Ya." Kataku.

Kamu lupa, Satria? Siapa yang pernah berjanji untuk selalu ada hingga akhir?  Mengingatkanmu adalah hal yang tak perlu. Selamat tinggal.

Terimakasih Satria, berkatmu, aku bertumbuh menjadi tak terkira dari sebelumnya. Bahwa cerita bersamamu adalah potongan dari hidupku yang berharga, tak bisa dihapuskan, tak pernah terhapuskan, dan manis pahit bersamamu membuat kebahagiaanku yang sekarang berarti luar biasa.

Lalu, bagaimana menurutmu rasa cintaku sekarang? Yang selalu kau pertanyakan setelah perpisahan. Mana mungkin cinta sebegitu besarnya yang tak mampu kau tampung sendirian dengan satu hati yang merasa kecil untuk rasaku yang menurutmu berlebihan, langsung hilang begitu saja layaknya kepergianmu?

Ia sengaja kukikis perlahan-lahan. Dengan waras dan tak terburu-buru. Aku menikmati fasenya. Sembuh secara alamiah adalah jalan terbaik untuk benar-benar sembuh seutuhnya.

Dan sembuh seutuhnya bukan berarti harus melupakan segalanya. Masih seperti yang pernah kukatakan, Satria memiliki ruang tersendiri pada cerita ini.  

Aku harus memaksanya Sat. Karena begitu tinggi puncak manis yang pernah kita bangun bersama meski telah runtuh. Mereka semua adalah memori yang tak bisa begitu saja lebur dalam sekejap. Aku membersihkannya pelan-pelan. 

Berusaha keras melupakanmu adalah lelucon paling menyakitkan yang pernah aku jalani.

Kini, aku di tanah lapang luas beralas rumput hijau dan bertabur bunga beraneka rupa. Jangan khawatir dengan terus mengintipku dari teropong jarak jauh. Aku aman. Mari berbahagia di jalan kita masing-masing. Dengan cerita baru kita masing-masing.

Salam, Sabrin. Yang masih terus bersama dan dibersamai oleh Tiara, Gista, dan Lisa.

 

 

----- Final Chapter Sabrin dan Satria -----

 

 

Halo, ini Fika. Tulisan ini adalah akhir dimana aku menyelesaikan dengan singkat tentang Sabrin dan  Satria. Fiksi terindah yang pernah kucoba untuk ditulis dalam berbagai versi dan cara. Namun akhirnya, rasanya aku tidak sanggup menggambarkan fiksi favoritku ini dengan panjang lebar, jelas, dan menyenangkan. Sama seperti rasa cinta Sabrin kepada Satria, kupikir segala tentang mereka berdua tidak muat kutuliskan semuanya. Terlalu besar.

Say good bye to them, potongan singkat ini adalah ending dari mereka. Bye bye!

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Blog Archive