I Have Moved On

Mei 20, 2022

I literally write this letter (again) because when I have problems, every problems in my life, the end point is you. I just wanna say thank you and sorry. No hello or goodbye.

Semenjak kapal karam itu, setiap aku mencoba untuk mewarnai hariku, hasilnya adalah gelap. Selama tiga tahun, warna paling terang adalah hitam. Aku menari di antara kesakitan dan kesembuhanku, memaksa berhenti, dan hanya air mata yang terjadi lagi.

Banyak sekali campuran antara duka dan mencoba untuk bahagia, yang tercipta justru tawa yang palsu dan aku yang menyedihkan. Aku jatuh bangun pada diriku sendiri, bersorak seolah berhasil berdiri lagi, ternyata hanya mimpi dalam kelumpuhanku. Aku jatuh bangun pada diriku sendiri, menjerit lega seperti telah bunuh diri, tapi nyatanya jalanan yang pahit tetap melekat kuat memaksaku untuk tetap dan terus dilewati. Aku kesulitan pada diriku sendiri dan jika aku mengungkapkannya, hanya akan ada jawaban bahwa mereka yang menyimak sedikit atau banyak ceritaku adalah : aku gila, aku tidak tahu rasa syukur, aku bodoh, dan aku yang buruk bahkan beruntung. Mereka tidak tahu, mereka tidak mengerti. Lalu mereka akan menganggapku egois dan berlaku seolah paling tersakiti. Aku pun tidak butuh tanggapan dari keluh dan kesahku yang tak berarti itu, entah aku butuh apa, yang jelas sekali saja aku ingin didengarkan.

Tapi begitulah aku selain apa yang aku rasakan sendiri. Aku memang gila, tidak tahu rasa syukur, bodoh, buruk, beruntung, egois, dan bertindak paling tersakiti. Karena nyatanya berdebat dan berdamai dengan diri sendiri adalah hal yang paling menyakitkan yang pernah aku jalani. Aku sendiri yang menyalahkan dan aku sendiri yang ingin dilindungi, aku sendiri yang merasa sakit dan aku sendiri yang menyembuhkan, aku sendiri yang menangis dan aku sendiri yang menemani, aku sendiri yang terluka dan aku sendiri yang menghiburnya. Hanya ada aku dan aku dalam sendiriku. Aku yang gila dan aku yang waras. Sampai di titik ini, aku paham lagi, bahwa tidak ada orang yang akan mengerti, maka aku harus dari awal berjuang kembali, sendiri.

Sakit. Aku ingin bilang seperti itu, tapi cukup memalukan.

Saat aku ingin berwarna lagi, sedikit saja dari rasa gelap ini, rasanya tidak pantas, karena semua bukan salahku sendiri. Aku bersalah pada orang lain, juga diriku sendiri hingga menjadi seperti ini.

Setelah dari sekian banyak kebodohan yang aku lakukan, aku menemukan jawaban dan memutuskan keputusan yang sudah lama aku tahan. Bahwa yang mencukupkan untuk selesai adalah diriku sendiri. Maka atas semua ini yang telah terlampaui, aku mencukupkan diriku sendiri. Untuk berakhir sudah, mengakhiri segala gundah dan harapan bodoh yang kusemai penuh harap menjadi lestari, karena nyatanya semua itu tumbuh hanya dalam semu tanpa sadar bahwa aku telah jemu.

Aku selesai. Untuk tak lagi kamu menjadi satu-satunya titik setiap aku merasa sedih dan bahagia, atau bahkan semua rasa dan emosi yang pernah ada. Karena kau pun telah memilih : pergi. Maka setelah melihat sendiri jatuh bangunku berdiri lagi tiga tahun ini, aku merasa harus mencukupkan.

Aku telah berdamai, dan kini saatnya aku bangkit kembali dengan jalan baru dan bekal banyak dari masa lalu.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Blog Archive