Kita Sudahi Saja Semua Ini

April 28, 2022

Aku  merasa terjebak. Terjebak di segala macam hal mengenai kamu. Mulai dari rasa hingga waktu. Dari segala lingkup suasana hingga macam-macam rindu juga pilu.

Telah banyak surat yang kutulis, yang tak sampai kepadamu. Semua hal yang rumit dan terasa kacau ini memang nyata porak poranda selalu. Kau kira dalam setiap diam dan tawaku itu nyata begitu? Tidak. Dalam diriku adalah badai yang tak kunjung reda, semenjak kapal kita karam yang bagiku mendadak, di dermaga. Iya, dermaga yang nyatanya jauh lebih gelap, sepi dan aromanya yang begitu menyengat tentang perpisahan dan segala macam jenis kesedihan.

Aku masih terhenti. Diriku masih bernafas dan hidup menjalani waktu hingga detik ini. Tapi rasa dan duniaku masih terjebak di tiga tahun lalu dan masa sebelumnya. Bagaimana? Bagaimana caraku keluar?

Aku selalu berteriak dengan diam dan memasang mata yang memandang bahagia kepada semua orang. Aku selalu berisyarat dengan tawa mengamuk hendak keluar. Reruntuhan-reruntuhan ini seperti bukan di daratan. Aku tenggelam di antaranya. Jauh, dalam, sulit diselematkan.

"Kita sudahi saja semua ini!"

Begitu aku selalu berteriak. Apa kau tak pernah mendengarnya? Atau justru mengabaikannya? Lalu bagaimana? Apakah kau resah atau justru hidup bahagia tanpa lagi merasa bersalah telah meninggalkan luka yang begitu luar biasa?

Aku tahu bahwa usai kau pergi adalah bukan lagi urusanmu. Pada detik itu, semua layu dan inilah sisanya, menjadi urusanku. Aku seperti tak berhak menuntut pertolonganmu, karena meskipun hanya kaulah jangkar penyelamatku, kau pula yang meledakkanku.

Bahwa semua terbakar hingga berasap pekat. Gelap gulita membumbung tinggi di udara. Melingkupiku meski langit sedang cerah atau laut sedang pasang juga surut, juga tak peduli kala senja menyala ceria. Sialnya, semua kehancuran yang menyakitkan itu tak pernah padam. Terus berkobar hingga sekarang.

Lalu, kapan? Aku akan menyudahi ini semua? Aku tak bisa berdialog denganmu, hanya berakhir dengan bertanya pada diriku sendiri. Aku mengajaknya berkompromi, lalu kusebut aku dan diriku berdua sebagai kita.

Maka sekali lagi, kapan? Mari sekarang! Kita sudahi saja semua ini, Aku!

Dan benar nyatanya, tantrumku kambuh, ia tak pernah sembuh..

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Blog Archive