Bunga
Mei 02, 2020“Karena biasanya perempuan identik dengan bunga. Iya, kan? Mana ada perempuan yang tidak suka bunga?”
Begitu Guru Matematikaku Peminatan selesai bertanya, aku yang duduk di barisan bangku nomer dua, langsung menjawab, “saya nggak suka, Pak.” Dan hanya aku yang menjawab demikian di kelas yang semua muridnya perempuan itu.
Ini fakta. Aku memang tidak menyukai bunga, entah kenapa. Tidak tertarik, tapi tidak juga membenci. Aku lebih suka uang. Makanya, guruku yang juga lebih kusukai jadi motivator alih-alih mengajarkan Matematika saat SMA itu, juga kadang menyebutku ‘mata duitan’. Kemana pun arah pembicaraan, uang adalah orientasiku.
“Kenapa kamu nggak suka bunga? Bunga itu melambangkan keceriaan, kegembiraan, iya kan?” guruku itu meminta persetujuan seisi kelas.
“Enggak Pak, nggak selamanya dan nggak semuanya begitu,” sangkalku.
“Apa ada bunga yang tidak membawa kegembiraan? Kebahagiaan?” Tanya guruku tertarik dengan jawaban ngeyelku. Aku bukan berniat untuk ngeyel dan berdebat, aku hanya menyampaikan pendapatku disaat beliau mengajukan pertanyaan di kelas.
“Gugur Bunga, Pak, itu lagu sedih, nggak ada bahagianya sama sekali,” yang kemudian membuat guruku terdiam, lalu sedetiknya tertawa, sambil manggut-manggut menyetujui jawabanku. Dan aku masih ingat bagaimana suasana kelas yang kembali riuh waktu itu.
Iya, kan? Aku tidak salah?
Gugur Bunga adalah lagu paling melekat di pikiranku, bahkan lagu anak-anak yang berjudul 'Lihat Kebunku' pun kalah jauh. Gugur Bunga itu sedih, haru.
Tapi kemudian dunia berubah, mendadak saat kuliah, aku mendapat karma, jatuh cinta kepada bunga, sedalam-dalamnya. Aku kerap membelinya, untuk diri sendiri. Biasanya saat hari Minggu, ketika hari menjelang siang, di deretan pinggir jalan sebelah selatan Jalan Slamet Riyadi, banyak toko bunga. Mawar, daisy, matahari, apalagi namanya? Aku tidak hafal semua.
Yang jelas, aku jatuh cinta kepada bunga. Meskipun sampai detik ini, aku belum menemukan alasan yang kongkret, mengapa aku menyukainya. Dan detik ini, aku rindu membeli bunga untuk diriku sendiri, meski hanya setangkai saja.
Aku juga rindu, kepada guru Matematiku itu..
0 comments