1. Malam Dingin yang Hangat
Agustus 09, 2022Gayung-gayung yang entah milik siapa itu menjadi saksi kami bermain air di jemuran timur atas, malam hari setelah aku selesai menjemur pakaian.
Aku, Fafa dan Mina tertawa puas, bahagia, saling menyiram air hingga kami basah kuyub. Beberapa orang lain melihat dari kursi mungil sambil mencuci baju, ada yang mengantre mandi, dan juga beberapa lagi di serambi depan bagian timur.
Kejadian itu tidak pernah luput dari ingatanku. Betapa polosnya tiga anak kelas dua SMA yang mungkin sedang lupa dengan tugas sekolah, jam malam asrama, tugas asrama, mungkin hukuman yang akan menanti jika mereka tidak kunjung usai, dan air yang terbuang percuma begitu saja hingga lantai jemuran timur atas itu basah semua.
"Awas kena jemuran orang!"
"Aman sudah disisihkan!" Kata mereka bertiga sambil masih siram-siraman air. Ya, mereka bertiga itu adalah kami.
"Rinda! Airnya mubadzir! Udah ntar kamu masuk angin!" Cissa, ketua kamarku berteriak dari depan pintu kamar 9 sambil masih mengunyah tahu lauk makan malam ini, kamarku bersamanya, yang kebetulan berada di paling ujung dan berhadapan dengan jemuran timur atas itu.
"Aku kan jarang mandi, jadi anggep aja air ini gantinya pas aku mandi kemaren-kemaren!" Aku tertawa lagi. Mengatakan itu dengan tawa dan sepertinya semua orang tidak ada yang bisa mengehntikanku, mereka pun ikut tersenyum. Mungkin ada yang ingin bergabung, tapi malas basah-basahan, atau mungkin juga takut kena hukuman.
Setelah dua ember penuh air yang kami habiskan untuk berpesta ria, aku, Fafa dan Mina akhirnya berniat untuk berganti pakaian yang kami ambil dari jemuran kami masing-masing yang sudah kering.
Namanya juga niat, maka setelah berjalan meninggalkan ember dan gayung di dekat pancuran air, yang disana masih ada beberapa orang yang belum selesai mencuci baju, kami bertiga justru duduk-duduk di bagian selatan jemuran. Tempat yang jarang dihinggapi para santri. Karena untuk apa duduk-duduk di jemuran? Selain ada dua anak kutu buku yang kadang mengasingkan diri di jemuran untuk belajar.
"Gimana kalau kita main?"
"Besok pas liburan semester?"
"Anti wacana?"
"Anti...."
"Beneran loh ya?"
"Beneran!"
"Jadiin.."
"Kemana?"
"Jogja?
"Nanti nginep dulu di rumahku?"
"Habis itu gas ke Malang?"
"Bisa nginep di rumah Amiku?"
"Cocok,"
"Nanti kita pas perpulangan pulang bareng ke rumahku,"
"Iya, diem-diem aja,"
"Gampang ntar bisa diatur itu mah."
Setelah pembahasan iseng itu, kami bertiga benar-benar kemudian berganti pakaian, karena Cissa sudah meneriakiku lagi untuk segera ganti baju. Sungguh, dia adalah teman sepantaranku yang menjadi ketua kamar terbaik yang pernah ada dalam hidupku. I love you Cissa!
0 comments