Puisi-Puisi Roman (Film Rompis)
Juli 11, 2022(I)
Duhai Merona, jangan tertawa.
Wahai Nona, aku berduka.
Ratap tangis,
mati kekal, hilang akal,
sembunyi paras, engkau menunduk.
Angkat wajah, tatap rembulan.
Tatap sombong, pekik lantang.
Rembulan tak seindah Wulan.
Sembunyi paras, jangan menunduk!
Engkau menang, aku takluk.
(II)
Kehilangan bukanlah akhir ternyata.
Kepergian bukanlah pemisah rupanya.
Dan kutantang sang waktu.
Datanglah, datang dengan balut tentara pedihmu.
Aku tidak takut.
Karena kepada cinta aku bersujud.
(III)
Rindu itu sunyi
Tak perlu ada bunyi.
(IV)
Aku lebih memilih malam, meski kelam.
Aku lebih memilih luka, meski sakit.
Dan aku, telah memilih kamu, meski rindu.
(V)
Aku hanyalah pendatang.
Mendatangi kota ini, yang riuh, yang berisik.
Aku hanyalah pendatang.
Seperti angin di lembah, yang mencari dedaunan,
agar mereka dapat terbang.
Seperti hatiku, setiap kali kau datang.
(VI)
Jangan menangis, Bidadari.
Langitku runtuh nanti.
Gelap ini menyeramkan.
Gelap ini pekat.
Dan kau pegang senja erat.
Agar cahayanya tak lenyap.
Tapi, ketahuilah, Wulandari.
Aku menjaga, hingga kau lelap.
(VII)
Suatu saat nanti, akan ada seseorang yang tepat untukmu.
Dan orang itu bukan menggantikan siapa pun.
Sama seperti malam.
Kalau ada bulan, itu bukan pengganti matahari.
(VIII)
Inikah bahasa cinta?
Bahasa jiwa,
bahasa bahagia,
yang tak berkata.
Sungguh, cinta tanpa tindakan,
seperti matahari tanpa rembulan,
seperti Roman tanpa Wulan.
Perjalanan tanpa tujuan.
0 comments