Banjir, Sorak, Senja, dan Duka
November 21, 2022this month is full of new stories, like too nano-nano. another week another color. and here we go, the nano-nano of this week.
---
- b a n j i r -
Hari Sabtu saat shubuh, aku dibangunin sholat ibuk, banjir katanya. Kukira ya di daerah selatan sungai, daerah sawah, atau kalau beneran sampai banjir di depan rumah.. paling ya sesenti. Tapi ternyata, setelah aku lihat keluar, bener-bener banjir. Literally ada air coklat sampai di tangga depan rumah. Airnya ngalir deras. Jam 4 shubuh.
Banjir ini adalah sejarah di daerah kami. Pertama kalinya air banjir mencapai daerah utara sungai dan setinggi dari mata kaki, betis, hingga pinggang orang dewasa. Semakin ke utara semakin tinggi. Ada yang airnya mencapai teras dan masuk ke dalam rumah. Beberapa warga ada yang berdampak besar, karena mayoritas di daerah kami adalah pengrajin genteng. Aku tidak bisa membayangkan berapa kerugian mereka semua. Bagaimana mereka dan kita semua bergegeas menyelamatkan apapun yang bisa diselamatkan.
Katanya, banjir ini terjadi karena semalam dari isya' sampai shubuh hujan deras. Beberapa hari terakhir juga selalu hujan. Banjir ini katanya juga kiriman air yang meluap dari daerah selatan, serta jembatan di daerah timur ada yang jebol. Tim sar daerah kami sangat sigap, dari semalam sudah patroli dan evakuasi.
Banjir ini sungguh mengejutkan, yang pertama kali, dan aku masih merasa 'speechless' seperti 'hah? beneran banjir?' Tapi syukur, siang harinya banjir mulai surut.
---
- s o r a k -
Senang, tentu saja. Kaget, iya. Merasa sedih, juga iya. Seperti.. ah, kalian telah sampai di titik ini. Kita sudah sampai di titik ini.
Selamat menikah, teman-temanku. Doa terbaik untuk kalian selalu.
---
- s e n j a -
Senang. Lalu sorenya setelah sampai rumah, pergi lagi berniat membeli makan. Aku tidak membawa hape karena sedang diisi baterai. Kemudian di jalanan, langit bagus sekali. Indah sekali. Selama perjalanan, aku hanya menimbang: pulang ambil hape supaya tidak menyesal atau nikmati saja dengan kepala sampai habis.
Senja ini seperti air putih setelah berjalan kaki di gurun pasir yang panas.
Lalu aku tidak tahan. Putar balik dan pulang mengambil hape. Kupuaskan lagi mataku menikmati senja yang beberapa hari terakhir tidak muncul disini. Serta mengambil foto dan video untuk kenang-kenanganku.
Banyak orang-orang berhenti, menepi. Turut mengambil foto senja yang begitu memukau. Lalu menikmatinya, sama, aku juga. Beberapa kali berhenti.
Tapi banyak yang tak menengok merapi dan merbabu. Mereka berdua pun cantik diselimuti gerombolan awan putih yang masih nampak cerah dari sini. Lalu disinari semburat lembayung dari sisi kiri. Lengkap.
---
- d u k a -
Siapa sangka setelah sorak dan senja ada duka? Pertanyaanku yang kuredam ternyata adalah sesuatu yang besar.
0 comments