Akhirnya Baca Buku Ini : Laut Bercerita
Juni 01, 2022Setelah sekian kali sliwar-sliwer di rekomendasi buku yang wajib dibaca di timeline maupun fyp tiktokku, setelah memikirkan berulang kali, setelah menimbang-nimbang lama sekali, akhirnya akhir bulan Mei 2022 aku mengangkut sebuah novel misterius karena aku tidak mau baca reviewnya dulu (sedikit infonya : rada kejam gitu) dan sangat menarik ini dari Gramedia.
Membaca buku novel ini rasanya cukup dengan kurang dari satu hari karena semenarik, addicted, dan bikin sepenasaran itu. Tapi karena ada beberapa kegiatan juga, akhirnya buku ini selesai satu hari satu malam, kasarnya.
---------------------------------
REVIEW
Judul : Laut Bercerita
Penulis : Leila S. Chudori
Tahun Terbit : 2017 (Cetakan ke-37, Mei 2022)
Halaman : x + 379
Blurb : Bertutur kisah keluarga yang kehilangan, sekumpulan sahabat yang merasakan kekosongan di dada, sekelompok orang yang gemar menyiksa dan lancar berkhianat, sejumlah keluarga yang mencari kejelasan makam anaknya, dan tentang cinta yang tak akan luntur.
Kekurangan : Ada beberapa tanda baca yang kelewatan, seperti titik, petik, dan spasi. Tapi hanya sedikit sekali, jadi tidak begitu mengganggu.
Kelebihan : Sampul bukunya begitu artistik dan menarik. Ceritanya dikisahkan dengan menarik pula, tetapi tetap padat, jujur, apa adanya, dan terbuka. Ada beberapa kosakata baru yang aku pelajari di buku ini. Meskipun begitu, bahasanya tidak sulit dan mudah dipahami. Selain itu, penggambaran Laut dan kawan serta kehidupannya begitu detail, hingga kisah ngilu yang berlatar waktu sama dengan sejarah jaman dahulu, tentu berasal dari riset yang tidak main-main karena hasilnya begitu halus dan bagus sekali.
Pendapat : Aku merasa sudah merinding ketika baru membaca lembar pertama pada prolognya. Monolog Laut yang begitu pilu dan menyakitkan. Memang menahan napas, menghembuskannya, tercekat, di awal-awal. Tetapi setelah mulai beradaptasi dengan bukunya, kepedihan yang terasa itu akhirnya tandas juga, meskipun berakhir dengan air mata.
Buku novel ini diceritakan melalui dua sisi, sudut pandang Laut sendiri dan juga Asmara, adiknya. Setiap tokohnya digambarkan dengan detail dan begitu hidup. Alur ceritanya yang kompleks tapi tidak bertele-tele menjadi hal yang nyaman bagiku untuk terus menerus membacanya. Rasanya seperti melihat film di kepalaku.
Menceritakan para mahasiswa aktivis, Laut dan kawan-kawannya di komunitas Winatra. Yang berkumpul untuk mendiskusikan banyak hal, isu serius negeri ini pada kala itu, mendiskusikan buku-buku termasuk buku terlarang di masa orde baru, dan membersamai para rakyat yang keadilannya direnggut. Mereka memiliki semangat dan keteguhan untuk keadilan dan berharap dapat mengecap Indonesia yang bersih di hari kemudian.
Berada pada rentang waktu 1992-1998 hingga melewati tahun 2000, tapi pada masa orde baru yang digambarkan begitu kejam dan sering terjadi pengambilan paksa oleh intel dan para petugas berotot dan beringas kepada orang-orang yang dianggap menentang presiden dan membangkang, terjadi juga kepada Winatra. Mereka menjadi buron, lalu ditangkap dan disiksa, dihajar habis-habisan, tentu saja secara tidak manusiawi. Ngilu sekali.
Setelah membaca buku ini yang akhirnya lebih pilu dan di penghujung cerita sejujurnya aku berusaha serealistis Asmara, tetapi pikiran dan hatiku sejalan dengan orangtua Laut yang selalu kembali masuk ke dalam kepompong. Bahkan mimpi di tidurku semalam adalah menyelam ke laut, turut mencari sesuatu yang hilang. Dalam dan sesak.
Buku ini menginspirasi dan mengajarkan banyak hal. Tentang hidup, cita-cita, ketulusan, prinsip, berkawan, kepercayaan, cinta dan kasih sayang, serta banyak yang lainnya. Termasuk tentang sakit hati akan pengkhianatan. Bahwa kita tidak tahu siapa yang akan berkhianat dan yang kita tahu, jika hal itu terjadi adalah rasa sakit luar biasa tanpa diduga-duga.
---------------------------------
QUOTES
"Matilah engkau mati. Kau akan lahir berkali-kali...." - Sang Penyair.
"Dia mengatakan aku harus selalu bangkit, meski aku mati." - Biru Laut.
"Gelap adalah bagian dari alam. Tetapi jangan sampai kita mencapai titik kelam, karena kelam adalah tanda kita sudah menyerah. Kelam adalah sebuah kepahitan, satu titik ketika kita merasa hidup tak bisa dipertahankan lagi." - Sang Penyair.
"Dalam hidup memang akan selalu ada sosok yang sangat ingin mengontrol segalanya, bahkan sampai ukuran kertas atau ketebalan tinta; dari pemilihan bentuk rumah hingga letak dapur dan kamar mandi." - Biru Laut.
"Mengenal kematian pada usia dini adalah sebuah luka yang sulit disembuhkan." - Biru Laut.
"Kamu harus bisa membedakan mereka yang bermulut besar, omong besar, dengan mereka yang memang serius ingin memperbaiki negeri ini." - Kasih Kinanti.
"Ada dua hal yang selalu menghantui orang miskin di Indonesia: kemiskinan dan kematian." - Arifin Bramantyo.
"Pengkhianat ada dimana-mana, bahkan di depan hidung kita, Laut. Kita tak pernah tahu dorongan setiap orang untuk berkhianat: bisa saja duit, kekuasaan, dendam, atau sekadar rasa takut dan tekanan penguasa." - Arifin Bramantyo.
"Kita harus belajar kecewa bahwa orang yang kita percaya ternyata memegang pisau dan menusuk punggung kita. Kita tak bisa berharap semua orang akan selalu loyal pada perjuangan dan persahabatan." - Arifin Bramantyo.
"Bisa repot kalau kita selalu menggunakan relativitas sebagai justifikasi." - Biru Laut.
"Aku hanya ingin kau paham, orang yang suatu hari berkhianat pada kita biasanya adalah orang yang tak terduga, yang kau kira adalah orang yang mustahil melukai punggungmu." - Arifin Bramantyo.
"Tak semua keluarga harmonis dan menyenangkan seperti keluargamu, Laut. Kau beruntung." - Sunu.
"Masih berharap suatu hari, entah kapan, keadilan akan tiba." - Pak Razak.
"Tetapi kau harus berhati-hati. Yang mencurigakan dan yang banyak tingkah belum tetntu sang pengkhianat." - Sang Penyair.
"Bedanya, nanti ketika mereka bersatu, sang istri tak perlu meminta sang suami membuktikan kesetiaannya dengan terjun ke dalam kobaran api. Sang istri percaya bahwa cinta itu telah mempertahankan segala kehormatan." - Anjani.
"Pada titik yang luar biasa menyakitkan karena setrum itu terasa mencapai ujung saraf, aku sempat bertanya, apa yang sebetulnya kita kejar?" - Biru Laut.
"Setiap langkahmu, langkah kita, apakah terlihat atau tidak, apakah terasa atau tidak, adalah sebuah kontribusi, Laut." - Kasih Kinanti.
"Jangan takut kepada gelap. Gelap adalah bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Pada setiap gelap ada terang meski hanya secercah, meski hanya di ujung lorong. Jangan sampai kita tenggelam pada kekelaman. Kelam adalah lambang kepahitan, keputus-asaan, dan rasa sia-sia. Jangan pernah membiarkan kekelaman menguasai kita, apalagi menguasai Indonesia." - Sang Penyair.
"Laut itu, Asmara, tak hanya terdiri dari ikan cantik dan kuda laut, tetapi juga pada masanya ada badai dan ombak besar yang hanya bisa dijinakkan oleh tembang merdu para nelayan." - Alex.
0 comments