Pemuda Jubah Hitam dan Gadis Pendek
Juli 04, 2021Pemuda dengan jubah hitam itu menatap lurus gadis yang duduk di depan gubugnya. Baru saja ia pulang dari berburu dan mendapati gadis mungil dengan gaun putih selutut dan kardigan lusuh berwarna coklat muda, duduk sambil mengayun-ayunkan kedua kakinya, menatap pemuda itu dengan mata cerah dan senyum lebar.
Raut wajah bingungnya begitu kentara. Kedua bola matanya menyipit, menelisik ke arah gadis mungil di depannya ini. “Siapa kamu?”
“Kupu-kupu tadi terbang ke arah hutan, kemudian hilang tepat di depan gubug ini. Aku hanya duduk sedari tadi karena tak tahu harus bagaimana,”
“Dan kamu terlihat begitu santai sambil tersenyum kepadaku sekarang?”
“Lalu harus bagaimana?” air mukanya tenang.
Pemuda jubah hitam itu berbalik badan. Berjalan ke samping gubugnya dan menyimpan seperangkat alat panah dari balik punggungnya untuk ia letakkan disana, alih-alih menjawab pertanyaan retoris dari si gadis. “Sudah selama ini aku tinggal dan tak pernah ada yang datang, tiba-tiba muncul seorang gadis dan begitu aneh?” gumamnya sendiri.
Ia muncul lagi di hadapan gadis itu, yang masih duduk tenang bersama senyum tipisnya. Tanpa suara, ia melepaskan sepasang sepatu boots coklat tua yang tak ada duanya. Ia membuka pintu gubugnya yang tanpa kunci itu. Karena, memang siapa yang akan sampai ke gubug ini dan akan mencuri di gubug kosong yang reot ini?
Tunggu sebentar, kecuali gadis ini. Kenapa dia bisa sampai kesini hanya karena mengikuti seekor kupu-kupu?
Ketika pemuda berjubah hitam itu membuka pintu, si gadis tetap duduk dan tak berpindah sedikit pun. Pemuda itu masuk satu langkah ke dalam gubug seraya menengok dan mengatakan, “masuk?”
“Boleh,” jawab si gadis
dengan cepat dan langsung mengakhiri sesi mengayunkan kakinya, seketika bangkit dan berjalan masuk ke
dalam gubug mendahului si pemuda yang mematung melihat pergerakan gesit si
gadis pendek ini. Kira-kira tinggi gadis ini hanya setara dengan dadanya.
Ia menggelengkan kepala dan
menuju ke sisi pojok gubug untuk mengambil air dari sebuah wadah di aras meja yang kemudian ia
tenggak habis. Gubugnya yang masih saja berdiri hingga saat ini, hanya
memiliki satu ruangan untuk segala aktivitas hidup si pemuda berjubah hitam. Sebuah
meja dengan wadah dari tanah liat berbentuk bulat berisi air minum di pojok gubug dan sebuah dipan
sebagai tempat tidurnya terletak di sisi lain dekat jendela, serta sebuah kursi kayu yang mengisi sisi lain.
Gadis pendek duduk di kursi dengan mata yang masih meneliti seisi gubug kecil ini. Entah apa yang dipikirkannya. Padahal di depan matanya hanya ada sedikit barang dan seorang pemuda dengan jubah hitamnya yang baru saja selesai menenggak air dan duduk di sebuah ranjang kayu.
“Tempat apa ini?”
“Kenapa tidak kembali pulang saja?”
“Ini rumahmu?”
“Semacam itu,”
“Tadi kamu dari mana?”
“Berburu,”
“Lalu dapat apa?”
“Tidak dapat apapun,” itu memang benar. Ia pulang tanpa membawa apapun.
Sang gadis pendek itu mengangguk. Ruangan kecil ini lengang. Tak ada suara apapun, selain mungkin berisik di kepala mereka masing-masing. Hingga kemudian si pemuda memecah kesunyian kembali.
“Sudah hampir gelap, tidak pulang?”
“Kalau saja ada rumah, aku akan pulang,”
Si pemuda terdiam. Ia
tidak tahu, bahwa selama ini gadis itu memang hanya berjalan-jalan kesana
kemari, tanpa mengerti harus kemana. Ia hanya berjalan. Kadang mengikuti
kelinci yang berlarian, kadang mengejar kupu-kupu hingga mereka hilang, kadang
hanya berjalan saja dengan wajah cerianya itu, tanpa tujuan. Ia berjalan kemanapun, mengikuti apapun, berenti dimanapun. Sesuka hatinya.
“Gimana rasanya pulang? Walaupun sendirian? Kamu pernah berbicara kalau tidak bertemu orang? Karena rasanya, tempat ini sepi dan tidak ada orang lain selain kamu…”
“Kamu siapa?”
“Seseorang yang terus berjalan dan selalu tersesat, tapi sepertinya rumah ini tidak terlalu sempit jika ditempati dua orang,”
“Maksud kamu?”
“Boleh?”
“Hah?”
“Aku akan keluar sebentar sambil melihat sekitar, memberi kamu waktu untuk memikirkan perkataanku,” gadis itu bangkit dan berjalan keluar seperti perkataannya barusan.
Si pemuda masih diam dengan air muka kebingungan. Kenapa jadi dia yang mengatur?
---
“Jadi waktu itu, aku sampai pada sebuah tempat ramai. Sebenarnya tidak begitu ramai, tapi ada kehidupan.”
“Jadi, ramai atau tidak?” Pemuda itu memotong cerita si gadis pendek yang sedang bercerita sambil berbaring di atas ranjangnya. Sedangkan ia sendiri, duduk melantai dan bersandar di sisi ranjang, membelakangi si gadis pendek.
Ya, mereka berdua akhirnya tinggal bersama. Pemuda jubah hitam berbagi gubug dengannya. Ia bahkan kemudian
membuat alas tidur tebal yang setiap malam ia gelar di samping ranjang. Ia tidur
di bawah dan si gadis pendek itu mengakuisisi ranjang satu-satunya. Meskipun pada
awalnya, ia masih tega menyuruh si gadis tidur di kursi dengan tak mau tahu bagaimana gadis itu tidur. Entah dengan menekuk-nekuk
tubuh kecilnya karena kursi satu-satunya ternyata tidak sebesar itu atau bahkan meringkuk di lantai kayunya.
“Diam dulu,”
Pemuda itu diam dan tetap memandang ke arah depan, tanpa sedikit pun menengok gadis pendek yang sudah mulai terbiasa tinggal di gubug ini.
“Ada beberapa penduduk yang berjalan ke arah barat, pagi-pagi sekali, di jalan setapak belakang bangunan yang sepertinya kosong. Tapi tiba-tiba ada badak bercula tiga, warnanya abu-abu hampir pudar, dia seperti akan menyerang kami yang berjalan disana,”
“Lalu?”
Gadis pendek itu membawa warna dalam kehidupan pemuda berjubah hitam, yang setiap harinya berburu dan tidur, kini bertambah menjadi memiliki banyak kegiatan. Ia selalu direpotkan oleh tingkah si gadis pendek. Hari-harinya perlahan menjadi berwarna, tidak lagi pekat sebagaimana jubahnya.
“Aku langsung naik pohon jambu air yang terbesar di antara pepohonan lainnya, meskipun itu masih sangat kecil sebagai ukuran pohon jambu,”
“Tidak jatuh?”
“Aku awalnya tersandung akar pepohonan dan rerumputan, tapi kemudian bangun dan naik ke pohon itu,”
“Badaknya?”
Sudah banyak cerita aneh dari setiap perjalanan si gadis pendek yang didengarkan oleh pemuda jubah hitam setiap malam menjelang mereka akan tidur. Dan respon pemuda itu sama : singkat, tapi tetap didengarkan sampai selesai. Bahkan si gadis itu akan tertidur di sela ceritanya.
Tak ada jawaban.
"Badaknya?" tanyanya lagi.
Pemuda itu menengok ke samping. Ia mendapati kedua kelopak mata gadis pendek ini tertutup lagi. Seperti malam-malam sebelumnya.
“Dasar, suka bercerita saat akan tidur tapi ketiduran saat ceritanya belum selesai, bisa-bisanya..”
Biasanya, orang akan tertidur ketika dibacakan cerita, tapi ini kebalikannya. Gadis pendek ini akan mengoceh sepanjang malam sampai ia tidak sadar mata kantuknya menutup dan ceritanya terhenti begitu saja. Membuat si pemuda jubah hitam langsung menarik alas tidurnya dari bawah ranjang dan bersiap istirahat disana, tanpa tahu bagaimana akhir cerita gadis ini.
Selalu seperti itu.
0 comments